Teka-Teki Publik Akhirnya Terbongkar! inilah Kilas Awal Berdirinya NU - Muhammadiyah
Sejak zaman
syaikhona Kholil menginjakkan kaki ke tanah Jawa dari berguru di berbagai
belahan dunia di lingkup pesantren baik di lingkup Syaikh dari tanah Jawa
hingga sampai Jazirah Arab.
Awalnya sesudah
mulai terasa kepunahan ilmu pesantren di kalangan keraton sejak awal bahwa
keraton dan pesantren sangat lah satu kesatuan sebelum dipisah oleh Belanda
dengan politik yang mendudukan hukum sebagai ruang pemisah antara keraton dan pesantren.
Ada contoh di
Surakarta (Solo) dulunya di samping keraton ada sebuah pesantren ‘Maba’ul
Ulum’ dibawah naungan kesultanan keraton yang dipimpin oleh sunan atau
sultan yang menjadi basis keilmuan dan rujukan di tanah Jawa.
Belanda paham saat
itu nantinya jika sistem itu tidak di pisahkan antara pesantren dan keraton
maka akan berdampak sulitnya Belanda menguasai Nusantara.
Akhirnya dengan di
pisahkannya pesantren dari keraton Belanda kemudian mendirikan lembaga-lembaga
dibawah arahannya dan di masukan ajaran-ajaran yang tidak begitu murni dari
ajaran Jawa itu sendiri.
Oleh karena itu
Syaikhona Kholil Bin Abdul Latif bergerak mendirikan pesantren dan mengutus dua
muridnya yaitu Syaikh Hasyim Asy’ari dan Syaikh Ahmad Dahlan. Akhirnya Syaikh Hasyim
Asy’ari mendirikan organisasi untuk mengumpulkan para ulama-ulama yang kita
kenal dengan nama Nahdlotul Ulama.
Fungsi dari NU sendiri untuk mewadahi forum Bashul
Masa’il yang nantinya menghasilkan satu rumusan yang dilanjutkan oleh
Muhammadiyah sebagai lanjutan daripada konsep-konsep yang sudah disepakati
dalam forum Bashul Masa’il yang tentunya K.H. Ahmad Dahlan juga ikut di
forum tersebut.
Oleh karena telah
didirikan pada waktu tahun ‘26’ maka Belanda juga mendirikan Tarjih yang
disisipkan di organisasi Muhammadiyah. Itulah siasat Belanda agar bisa
memasukkan Faham Wahabisme, HTI, dan sebangsanya. Tentu pendiri Tarjih ini
sebenarnya musuh K.H. Ahmad Dahlan bernama Kamaludin Ningrat.
Motif Belanda
memisahkan pesantren dan keraton kesultanan agar ajaran dari kesultanan di
tanah Jawa hilang dari Tanah Jawa. Makanya oleh Belanda pesantren dipisahkan
dari tempat aslinya yaitu kawasan keraton. Maka pada waktu sebelum dan sesudah
perang Diponegoro sebagai batasan untuk mengenang terjadinya pergolakan membumi
hanguskan atau pemisahan pesantren dari kerabat induknya bahkan sampai sekarang
yaitu setelah perang Diponegoro tersebut terjadi.
Al-Faqir
Aruf Rahman
Komentar