Melihat Yang Akan Datang
Berbicara mengenai suatu kejadian yang akan datang adalah misteri yang tidak pasti jika kita masih awam dalam kewaskitaan. Cara yang mendekati benar walaupun tentu masih perlu mengkaji ulang jikalau kita menemukan yang lebih segar atas kebenaran fenomena yang kita temui tentu akal bisa menjadi alat pilihan bagi setiap manusia dimuka bumi ini yang memang masih waras (berakal) pada jangkauan hidupnya. Simplenya masih menggunakan akan pada temuan-temuan tertentu yang harus lewat akal kemudian baru menemukan pemahaman sejati melalui nurani (hati).
Kadangkala akal terkecoh dengan suatu keadaan hanya memaknai satu sudut pandangan atas sebuah peristiwa atau kejadian. Barang tentu prediksi [kira-kira] esensi atas kejadian itu tidak menemukan substansial. Jelas ini sangat berbahaya. Maka, sering saya tidak mengikutsertakan kesimpulan atas tulisan-tulisan yang sudah saya tulis karena bisa saja kesimpulan itu jika difahami oleh orang selain saya bisa terjebak kedalam pemahaman saya (misalnya) dan tidak murni pemahaman sendiri atas apa yang mereka baca atau lihat. Pendek kata kita telah mereduksi bawaan lahiriah yang seharusnya tetap tumbuh dari masing-masing pribadi.
Tentang masa depan walaupun sudah tertulis di lauful Mahfudz seyogyanya kita bisa menghapus dan mengganti atas ketersediaan adanya nasib yang bisa kita ubah sendiri. Upaya ini tentu menjadi spirit untuk selalu optimis dalam langkah apa saja yang kita sedang kerjakan atau akan kita kerjakan nanti.
Dalam tiap-tiap persoalan yang terjadi kadang kita lupa menghadirkan seluruh alat yang disediakan sang pencipta baik akal budi, nurani, maupun kesadaran sikap untuk mengatasi persoalan agar tentu lebih menggunakan dasar yang maslahat [baik, benar dan yang pas].
Pertemuan malam ini di ngaji Suluk Maleman saya kurang mendapati tentang data yang timbul dari gejala kewaskitaan.
Memang sebagai pemantik saya share di beranda dinding facebook saya (ArrOeff Semesta) mengenai tema yang lagi dibahas yaitu "Mengintip yang Akan Datang" tentang beberapa narasumber cara mengemukakan pendapatnya dengan hanya akal Budi atau juga melalui verifikasi hati?
Maka tentu diawal saya kurang puas dengan suguhan fenomena malam ini. Beberapa dari narasumber hanya sedikit yang saya dapati dan bisa kita kaji lagi tentang makna redaksi "embuh yang embuh" dari Budi Maryono; arti kata Keraton menurut temuan Eko Tunas; dan selebihnya mengakarkan kata arti dari tema "Mengintip yang Akan Datang" yang sedang dibahas dengan menalarkan hasil perenungan baik dari data pribadi maupun data dari sumber-sumber yang berkaitan pada tema yang sedang dibahas.
Terakhir, proses belajar memang perlu kita ubah sesuai kebutuhan agar semisal kita belum menemukan esensi yang ideal kita bisa simpan dulu. Siapa tau besok ada temuan yang menjadikan data baru untuk menambahi masih temuan dari diri kita maupun orang-orang disekitar sebagai pembelajaran yang tidak ada habisnya. Salam..
(Al-faqir)
Aruf R.
Kadangkala akal terkecoh dengan suatu keadaan hanya memaknai satu sudut pandangan atas sebuah peristiwa atau kejadian. Barang tentu prediksi [kira-kira] esensi atas kejadian itu tidak menemukan substansial. Jelas ini sangat berbahaya. Maka, sering saya tidak mengikutsertakan kesimpulan atas tulisan-tulisan yang sudah saya tulis karena bisa saja kesimpulan itu jika difahami oleh orang selain saya bisa terjebak kedalam pemahaman saya (misalnya) dan tidak murni pemahaman sendiri atas apa yang mereka baca atau lihat. Pendek kata kita telah mereduksi bawaan lahiriah yang seharusnya tetap tumbuh dari masing-masing pribadi.
Tentang masa depan walaupun sudah tertulis di lauful Mahfudz seyogyanya kita bisa menghapus dan mengganti atas ketersediaan adanya nasib yang bisa kita ubah sendiri. Upaya ini tentu menjadi spirit untuk selalu optimis dalam langkah apa saja yang kita sedang kerjakan atau akan kita kerjakan nanti.
Dalam tiap-tiap persoalan yang terjadi kadang kita lupa menghadirkan seluruh alat yang disediakan sang pencipta baik akal budi, nurani, maupun kesadaran sikap untuk mengatasi persoalan agar tentu lebih menggunakan dasar yang maslahat [baik, benar dan yang pas].
Pertemuan malam ini di ngaji Suluk Maleman saya kurang mendapati tentang data yang timbul dari gejala kewaskitaan.
Memang sebagai pemantik saya share di beranda dinding facebook saya (ArrOeff Semesta) mengenai tema yang lagi dibahas yaitu "Mengintip yang Akan Datang" tentang beberapa narasumber cara mengemukakan pendapatnya dengan hanya akal Budi atau juga melalui verifikasi hati?
Maka tentu diawal saya kurang puas dengan suguhan fenomena malam ini. Beberapa dari narasumber hanya sedikit yang saya dapati dan bisa kita kaji lagi tentang makna redaksi "embuh yang embuh" dari Budi Maryono; arti kata Keraton menurut temuan Eko Tunas; dan selebihnya mengakarkan kata arti dari tema "Mengintip yang Akan Datang" yang sedang dibahas dengan menalarkan hasil perenungan baik dari data pribadi maupun data dari sumber-sumber yang berkaitan pada tema yang sedang dibahas.
Terakhir, proses belajar memang perlu kita ubah sesuai kebutuhan agar semisal kita belum menemukan esensi yang ideal kita bisa simpan dulu. Siapa tau besok ada temuan yang menjadikan data baru untuk menambahi masih temuan dari diri kita maupun orang-orang disekitar sebagai pembelajaran yang tidak ada habisnya. Salam..
(Al-faqir)
Aruf R.
Komentar